Rasulullah, izinkanlah pena ini menari di atas
selebaran yang masih bersih. Biarlah ia melepaskan sangkutannya dari dunia. Ia
akan menceritakan tentang alamnya yang sedang rusak, tentang sifat manusianya
yang ternoda dengan tinta dosa. Dunia
yang ia keluhkan sebab bau busuk yang merebak. Seperti penciuman Nabiullah Adam
dahulu kala. Tak sanggup menahan busuknya kemegahan dan kehinaan dunia. Namun
tetap saja diidolakan oleh anak cucunya. Alam yang ia gambarkan bak hutan yang
telah papa akibat ulah pencinta reboisasi yang katanya untuk kemajuan negeri, melalui bangunan tingkat tinggi. Sedangkan kepentingan dunia tetap menjadi
prioritas. Duhai Rasulullah, izinkanlah pena ini menuliskan dosa diri. Namun
tetap menjaga kerahasiaan kami, keluh kesah kami. Agar kiranya setan tak lanjut
membelenggu akibat kelemahan umatmu sekarang. Biarlah ini menjadi kerahasiaan
kami dengan Ar-Rahim nanti.
Kelaparan, kehausan, dan kepedihan terus dilalui
oleh umat-umat pilihan di negeri Islam. Kaum bapak mengeluhkan nasib sang ibu.
Kaum ibu menguraikan kisah pilu. Airmata darah sang bayi yang mengalir deras.
Mereka berteriak, merindukan kepedulian saudara-saudaranya. Memecahkan
keheningan, mengganggu kenyamanan dan ketenangan sebagaimana yang selalu kami
rasakan di tanah air kami, Nusantara. Namun, kami tuli, buta, kami bisukan
mulut pada dunia seakan tak memperhatikannya baik-baik. Pandangan kami kabur
dengan kepapaan itu. Mengapa kami tak menjemput umat-umat pilihanmu. Duhai ya
Rasul, hati kami keras tak selembut sikapmu, tak sebijak bahasamu, juga tak
mencerminkan bahwa kami adalah umat yang telah engkau bimbing dengan
kesederhanaan, yang telah kau semaikan kasih sayang dan penuh empati sejak engkau
masih ada. Beginilah kerasnya hati kami duhai Rasul. Potret kami yang jauh dari
harapanmu.
Kami membiarkan agama terbaik ini dikoyak-koyak oleh
bangsa Yahudi, Nasrani bahkan oleh bangsa kami sendiri. Umat dari agama kami.
Kami lalai menjaga kemurnian Islam. Kami
enggan mengamalkan petunjuknya. Duhai Rasulullah, mungkin inilah zaman akhir
dari seluruh zaman. Yang dalam risalahmu, waktu akhir itu telah dekat, semakin
dekat bagi mukmin sejati untuk menemukan makna dari perjalanan sulit selama
ini. Sementara yang hanya bergelar muslim, tidak disertai iman dan kasih sayang
akan larut dalam penyesalan.
Maka di momen yang sakral ini, mewakili seluruh
harapan para pena di karya pendahulu. Agar kiranya dapat mendidik umat yang
cinta kedamaian dengan tidak menggangu. Peduli alam dengan tidak membiarkan ia
dihantam Ya’juj ma’juj. Memperkaya sikap
kemanusiaan dengan menambahkan kasih sayang dan mengindahkan agama dengan tidak
berpecah belah.
Duhai Rasulullah, di awal Muharam kami mohon bimbinglah
bathin ini dengan berkat guru-guru kami untuk mengakhiri tahun lalu yang penuh
penyesalan itu. Dengan menyebut nama Allah kekasih hakikimu dan kekasih kami.
Mohon ampunkanlah atas dosa kami. Seyogya penyesalan adalah setiap hari.
Anugerahlah taubat untuk jiwa raga ini.
Duhai Rabbi, atas segala permntaan yang tak
layak ini. Dengan segala harapan yang
berlebihan dari kami di tahun sebelumnya. Maafkanlah kami telah mengatur Mu. Ridhoilah kekhilafan
dari umat nabi pilihanmu. Kembalikan kasih sayang di hati kami di bulan yang
engkau haramkan segala yang buruk dan engkau halalkan segala yang baik.
Jadikanlah kami orang-orang bersyukur sebab kami lemah tanpa kuasa dan kehendak
Mu. Sebagaimana firmanMu dalam Alquran Surat An-Nisa’: 28. Bahwa diciptakan kami, manusia ini bersifat lemah”.
Wallahu a’lam bishawab.#1MuharambersamaMPTTI
Comments
Post a Comment