Aku sangat nyaman dan sangat menyukai
kedekatan kita selama ini. Bak kata akulah
yang sedang dimabuk cinta karena kepolosanmu itu. Bahkan sejauh ini, aku sering dilanda cemburu
yang tidak menentu. Kadang kala ku sembunyikan. Aku tau tidak semua orang
sependapat denganku tentang perasaan yang ku miliki. Ada yang meremehkan, ada
yang setuju bahkan tak sedikit pula yang tidak menginginkan kedekatanku denganmu
sebab ia juga memiliki perasaan yang sama denganku pada ikhwan itu. Temanku
misalnya, ianya anak yang manis yang juga selalu menceritakan tentangmu padaku.
Tentang perkenalan kalian dan bahkan perjumpaanmu dengannya di tempat-tempat
tertentu.
Aku yang merasa masa bodoh aja dengan
semua hal yang ia ceritakan. Setidaknya aku bisa menjadi pendengar baiknya.
Walaupun sebenarnya ada perasaan yang sangat sakit kurasakan dan itu semua ku
sembunyikan. Aku percaya pada takdir Allah tentang isi hati ini.
Karena aku takut ditanya tentang
perasaan dan paling malas menjelaskan. Kalau aku sudah mau curhat, maka nanti
pasti ada yang bosan sendiri dengan curhatanku. Orang yang sok puitis sepertiku
ini pantang dipancing dengan syair. Nanti pasti bakalan keluar syair-syair yang
tidak mengenakkan.
---
Lambat
laun akupun tidak mampu membohongi diriku bahwa aku sangat mengharapkanmu.
Seperti saat ini, ketika sudah beberapa saat kamu tanpa kabar, maka aku merasa
seperti tidak kau perdulikan. Aku berupaya mencari kabar tentangmu dan memberimu
beberapa pesan. Namun tak kunjung ada balasan. Yang ada hanyalah penyesalan
karena aku tersakiti oleh jebakan perasaanku sendiri. Kadang pula aku berburuk
sangka. Secepat inikah kamu melupakan ku.
Secepat
ini kau tak lagi mengingat jejak –jejak pesanku yang menanyakan tentang
aktifitasmu dan pekerjaanmu saat itu.
Sekarang ini, akupun sadar. Sikapku tidak
boleh seperti ini lagi. Aku berpikir bahwa selama ini kamu merasa terganggu
oleh kehadiranku pada beberapa season kehidupanmu. Jadi aku lebih baik cepat
mengambil sikap untuk membiasakan diri hari-hariku tanpamu. Namun aku sangat
berharap suatu saat nanti kita dipertemukan oleh kesiapanmu membimbingku.
Tapi bila takdir berkata lain. Usahaku usahamu untuk
bertemu tidak dapat memberi bekas pada kehendak-NYA, maka aku akan ikut dengan
takdir yang belum sempat mempertemukan kita.
Saat ini, aku telah menikah dengan masa
laluku. Dia adalah orang yang sangat aku benci kerana sikapnya yang keji. Tingkahnya
pula yang telah membawa aku untuk bertemu orang yang baik sepertimu setahun
yang lalu. Namun ternyata, aku tidak dibiarkan berlarut-larut membencinya
karena sebulan yang lalu ia pulalah yang membantu kelurgaku saat ibu sedang
membutuhkan banyak bantuan uang untuk biaya perawatan di rumah sakit oleh
penyakit yang sekian lama ia derita.
---
Takdirpun tak berlangsung lama. Kembali
memisahkan aku dengan laki-laki yang tidak kuinginkan itu. Hanya kamu yang
mampu memenangkan hatiku, cuma kamu yang menyerap kabut yang telah lama
bersemayam di kampungku.
Seperti kata adikku padamu. Bahwa aku tidak
bisa hdup dengan cinta palsu seperti sekarang ini. Aku tidak mencintainya, dan
kejujuranku padanya yang membuat dia tidak menginginkanku lagi.
Hendak hati untuk menceritakan semua kemalanganku
ini padamu. Tapi aku tidak sanggup berbagi derita. Biarlah aku saja yang
mengalaminya karena aku tidak ingin melihat orang yang aku sayangi merasakan
hal yang sama sepertiku. Akupun memilih bungkam untuk sementara.
Hari-hariku tanpamu terus dirundung
kesunyian. Kesehatanku saat itu semakin tidak membaik saja. Aku seperti
kehilangan kesenangan dalam hidup, tidak melihat sosok cahaya yang mampu
membangkitkan gairah hidupku lagi selain hanya ingin bersama kamu. Sepertinya
aku sangat merindukanmu. Tapi apalah daya aku tak bisa.
Seketika aku menerima kabar tentangmu. Bahwa
dalam beberapa hari lagi kamu akan menikah dengan perempuan pilihan terbaik
orang tuamu.
Aku tau bagaimana hancurnya harapanku
saat itu. Tapi aku belajar mengikhlaskan untuk tidak memberitahu pada siapapun
termasuk keluargaku. Berhari-hari aku termenung seperti tidak punya dinding untuk
bersandar. Keinginanku memilikimu semakin pudar saja. Takdir cintaku bukanlah
untuk kita berdua. Aku tak lagi melihat hatimu dalam hatiku. Sesaat aku
tersadar bahwa hatimu tidaklah dalam lagi seperti kata-kata pertama yang kamu
keluarkan. Aku sangat cepat menemukan hatimu itu namun pada keadaan yang
berbeda. Bukan padaku tapi pada perempuan lain yang sudah lama mendambakan hatimu
itu. Aku rasa dialah perempuan yang beruntung. Dialah perempuan sesungguhnya di
kampungmu yang pantas mendapatkan hatimu walaupun selama ini hatiku lah yang mampu kau menangi.
Akupun tak segan-segan melenyapkan segala
harapan di masa laluku ini. Karena ku yakin bila aku harus tetap pada pendirianku,
maka aku tak mampu juga mengembalikan keadaan dan perasaan kita seperti semula.
Saat ini, aku belajar dapat merelakan
untuk ke sekian kali dalam hidupku. Aku sadar aku bisa menyihir hati ini
menjadi sekuat baja, bukan tak sanggup dinasehati karena beku tapi kekutanku
untuk bertahan adalah maksudnya. Karena ku yakin sekali masih ada perempuan
lain yang menderita lebih dari keadaan ini. Pun aku sadar aku lebih lemah dari perempuan-perempuan
yang ,mampu hidup seatap dengan bunga lain asalkan ia dapat mendekat dengan
pangeran pertamanya.
Aku tidaklah seperti itu karena aku
bukanlah orang yang ingin menjadi penggiat duplikat skenario baru kisah-kisah
yang hampir sama seperti ini. Aku akan pergi untuk waktu yang tidak bisa ku hitung
dan jarak yang tak bisa ku ulur.
Aku tidak menyesali sudah mengenalmu dan
membiarkan kamu hidup dalam naskah kehidpanku. Bahkan ketika kamu membuat harapan semakin
melambung saja tentang kita suatu saat nanti dan kamu sangat meyakininya. Aku
bersyukur, karena telah banyak belajar darimu. Tentang hidup yang tak ada masa keduanya, tentang apa-apa saja yang
ku temukan, tentang cinta dan kehidupan.
Cukup kamulah pangeranku dulu tapi tidak
untuk sekarang, karena kita sudah terpisah oleh ruang dan waktu. Aku akan
mencari kehidupanku yang baru. Barangkali aku akan menemukannya. Walaupun
sampai saat ini akupun tersadar. Tidak ada yang sebaik dan seelok sikapmu itu.
Masih terkenang di benak ini.
Ah, itulah masa lalu yang tak patut
dijadikan masalah dan kesedihan. Walaupun inilah kepahitan terbesar daripada
kepahitan kecil yang sudah sering melanda bathinku. Walaupun juga aku sering mengenang
masa dimana aku ketika itu terlanjur mengenalkanmu pada orangtua ku. Tapi sekarang apa yang bisa ku jelaskan hanya
senyuman dan butiran tasbih yang tertatih di lidahku saat ibuku menguatkan ku
dengan doa-doanya. Aku tidak mengharapkan
hubungan ini mengalir seperti air karena ku ingin kejujuranmu pada mereka. Tapi
karena kamu merasa belum memiliki kesiapan untuk itu. Maka akupun tak bisa
berbuat apa-apa. Aku belum menjadi anak
sulung yang mampu membahagiakan hati mereka karena belum mendapatkan orang yang
tepat dan waktu yang tepat pula bersama dengan pangeranku.
---
Sekarang aku hanya mampu tersenyum
karena keadaan ku sudah berubah dari keadaan ingin memiliki mu menjadi keadaan
ingin melihat kamu bahagia. Karena aku yakin setiap makhluk berperasaan mampu menemukan
jawaban yang jelas akan takdirnya. Cinta yang jelas untuk kebahagiaannya karena perempuan ini tak ingin mengusikmu
dengan kedatangannya lagi dalam kehidupanmu. Walaupun aku sangat membutuhkan
cinta, mungkin aku bukanlah calon istri yang baik untukmu sehingga Allah lebih
memilih dia yang lebih segalanya dariku. Aku tidak akan menyesalinya. Karena Allah
sudah mengatur semua ini. Selamat berbahagia.
#FiksiRoom
#N_Seroja
#Ceritakita
Comments
Post a Comment