Bercakap-Cakap dengan Nurani

Seiring dengan tinta ini, sejalan dengan arah langkah yang ku tuju. Seirama dengan liku-liku hidupku, yang semakin lama semakin memudar ditelan usia senja. Lama sudah ku arungi lautan yang penuh dengan suka duka. Tanpa terasa udara yang ku hirup pun semakin hari semakin tidak cukup. Menanti detik-detik terakhir entah kapankah tiba.
Seiring pula feeling ini bertanya. Kapan dan dimana ajal mautku dijemput? Siapkah aku menghadapinya?. Akan menjalani kehidupanku di alam lain pula. Siapa dan bagaimana keadaan sahabatku selanjutnya? Mungkinkah orang yang selama ini ku sayang dan ku cinta itu yang akan menemani tidur panjangku di alam sana?

            Kala senyap menyapa. Yang ada hanya gelap yang mencekam. Yang terdengar hanya suara burung gagak yang kian berkicau. Duduklah diriku terpaku seorang diri. Pikiranku kian melayang, menerawang, mengingat diri penuh noda. Daku bersimpuh di hamparan sajadah setia, meminta ampunan dengan suara lirih kehadirat-NYA.

           Usia 44 tahun itu, bukanlah lagi terbilang muda. Ibu dari empat putra dan putri bersama seorang suami elok rupa nan setia. Aku terus merintih akan dosa yang kian lama kian menumpuk. Aku tak luput dari kesedihan. Terbayang akan sewaktu-waktu maut memanggil roh dan tubuh ini. Aku belum siap meninggalkan mereka karena setiap detik ragaku bersamanya. Doa ku panjatkan dengan harapan agar dapat ku rangkul. Semoga senantiasa Allah memberi keberkatan umur ini dengan selalu menjadikan manfaat untuk mereka. 
Harapku kepadaNYA, agar Allah menganugerahkan kesempatan padaku mendidik dan menjadikan anak-anak kami sholeh dan sholeha. Senantiasa berbakti kepada orangtua dan setia pada agama, nusa dan bangsa. Menjadikan anak-anakku sebagai putra/putri yang berbakat dan berjiwa sosialisme yang tinggi dan menaruh mimpi yang besar untuk suatu masa yang bernama yaumil akhir nanti.
Apalah daya. Manusia hanya mampu berencana. Cita-cita ini seperti tidak berguna saja. Seorang anak yang selama ini lahir dari rahimku. Dianya anak yang ku kandung selama 11 bulan itu kini dengan mudah saja berbicara kasar dan melukai hatiku. Dianya terlalu sering membantah dan memarahiku dengan suara yang tinggi. Aku sering merenungi tentang ulahnya itu. Seakan aku merasa tidak percaya terhadap apa yang ia perlakukan ini.

“ Ya Allah, apakah selama ini aku tidak adil dalam mendidik mereka? Apakah pendidikannya selama ini salah? Sehingga kiasan-kiasan agama dan pengetahuan umum yang ia tuntut pun sekarang tidak berguna. “ Gadis yang selama ini ku besarkan dengan kasih sayang yang sama. Sekiranya tidak kurang sedikitpun.
Aku hanyut dalam isak tangis yang menggodaku untuk terus bersedih dan mengadu nasib pada Tuhanku. Namun aku tidaklah pasrah. Akan terus ku perjuangkan usaha-usaha baik untuk perubahannya itu. Pun ku sadari, semua ini tidak akan ada yang sia-sia. Lekuk kehidupan yang ku jalanipun penuh dengan hambatan dan cobaan. Sepertinya jembatanku semakin rusak saja. Ku tau ini adalah awal ketentraman kelak yang sedang Allah sediakan untuk kami.

Menjadi seorang ibu penjual kue dengan suami seorang Tata Usaha adalah suatu kebanggaanku. Selain dipercaya sebagai anggota masyarakat yang aktif berperan, aku juga sibungsu yang sangat disayang oleh kerabat-kerabatku. Didampingi oleh seorang suami yang baik hati adalah suka dukaku menjalani pengembaraan ini. Kegigihan dan semangatnya sangat terasa dalam menghadapi keanehan ku yang terkadang muncul tiba-tiba.
                     Orang selalu berkata, meski mungkin hanya untuk menyenangkan hati dan benak ini. Sosok wanita tangguh seperti ku pasti memiliki hati yang tegar dan kuat. Pun demikian ku selalu mengganggapnya tidaklah benar. Sebaliknya aku adalah orang yang lemah dan diperdayakan. Aku merasa keanehan yang luar biasa menimpa ku sejak kecil. Seperti kata orang tuaku. Ketika itu para jin islam ingin membawaku pergi bersamanya.
                    Namun, Alhamdulillah, itu tidaklah sempat terjadi. Sekarangpun begitu. Aku adalah salah satu wanita yang sering dihantui bisikan-bisikan aneh. Bahkan pula sering berjumpa dengan sosok ajaib dan berdialog singkat dengannya tentang kematianku yang kerap disebut-sebutnya.  Mula-mula, banyak orang yang tidak percaya akan hal ini. Namun seiring dengan banyak perubahan padaku setelah mengalami berbagai kejadian itu. Merekapun turut kasihan dengan tingkah lakuku ketika sendiri. Berteriak dan menangis tidak jelas. Seperti orang kerasukan. Mereka terheran-heran. Hal aneh apa pula yang sering mendatangiku itu.


Aku merasa kegilaan perkara ini semakin menjadi-jadi saja. Bukan hanya menitipkan kesedihan pada dialog iblis melainkan juga seperti ada unsur lelucon di dalamnya. 
        Terbangun dan terus berjalan dalam sepi sudah terlalu lama ku alami. Pun begitu aku sudah berusaha memecahkan persoalannya, namun tak kunjung pulih juga.

         Setiap momen yang ku alami sekarang adalah hanya angan-angan. Kapankah ini berakhir dan membawaku ke alam yang sama seperti mereka yang normal sedia kala. Terkadang aku merasa gentar dan tidak ingin mengenangnya. Terbaring kaku dengan hembusan nafas yang terbata-bata adalah yang ku hindari. 
Harapanku sekarang hanyalah kebaikan untuk keluargaku dan tenang bila nanti ku harus meninggalkan mereka. Biarlah keadaan itu berjalan dengan semestinya. Toh pada mulanya, Allah yang punya kuasa. Karena walaupun aku lari ke ujung dunia dan bersempunyi di dalam peti besi nan kokoh pun tak kunjung aku menemukan obatnya selain kembali pada kehendak-NYA.
Tak terlepas dari itu, kesadaran dari gadisku pun tak kunjung ku dapatkan. Pahit sudah yang ku rasa. Malang nian nasib ku. Ujian hidupku semakin mencekam saja.
Pintaku, di akhir tulisan ini.

“Ya Allah, jadikan keberkatan pada umur ini, Berilah kesabaran dan kekuatan tentang cobaan hidupku ini. Harapku, jika memang terlalu cepat berpisah, maka pisahkanlahku dengan mereka dalam kebaikan yang kau inginkan untuk hambamu ini. Arahkanlah gadis-gadisku sesuai petunjukmu. Ajak mereka pada jalan-MU. Jangan Engkau tinggalkan mereka ya Allah yang telah menyakiti hatiku. Angkatlah perangai buruknya. Abadikan kebaikan dalam hidup mereka.

Ibu, karyamu akan terus ku abadikan. Kau tidak ada duanya. Terimakasih sudah mengisi laman tulisan harian  ini.
#dariibuuntukibu
#N_Fiksiroom
#AnsariAbbas


Comments