Hidup dalam Empati

http://www.cattery.co.id/berapa-lama-anak-kucing-harus-tinggal-bersama-induknya/


“Aku melahirkan beberapa hari yang lalu”.
Dengan keterbatasan waktu dan tempat, aku mencoba menuju salah satu tempat yang terbilang wah, daripada tempat yang selama ini aku tempati. “ya, sebuah ruang yang dilengkapi dengan peralatan kamar dan dipenuhi dengan  rajutan  tas stengah jadi”. Aku melihat ada tempat aman di sana, berhawa dingin dan terlindungi. Aku merasa, insyaallah anak-anakku akan baik-baik saja jika tinggal di sini.
Siang hari itu, ku berupaya keras menahan sakit yang tidak tertahankan. Darah berceceran di mana-mana . Tetapi berusaha tersenyum gembira karena kehadiran buah hati yang imut dan lucu. Tempat yang seadanya, yaitu sebuah kotak yang biasanya berisikan sampah kering milik anak Kos GB lantai 1. Kotak berukuran kecil yang cukup melindungi ke 5 bayi ku.
***
Oh ya, ternyata, ada benarnya juga kenapa dua hari yang lalu Ibuk Mon tidak membiarkan ku melahirkan di bawah tempat tidurnya. Beliau marah seakan sangat membenciku. Namun, aku beranggapan itu adalah sebuah kekhawatiran yang wajar. “Tidak ada seorangpun yang membiarkan lantainya ternodai karena darah  saat melahirkan,” Ujarku sambil tersipu malu teringat masa lalu.
Hari cerah begitu cepat. Aku terhanyut pada kehangatan mentari pagi itu. Kesakitan telah mencair terbawa darah yang merah. Ketakjuban yang luar biasa terus menghampiriku. Aku merasa seperti baru melewati alam mimpi yang begitu luasnya. Di sana ku melihat ada teman baru yang hadir menyaksikan bagaimana indahnya hidup di dunia ini.
***
Semakin cerah saja. Kebahagiaanku bertambah saat sapaan dari Ibuk Seroja. Beliau terharu melihat keadaanku yang sedang terbaring lemah sambil memeluk anak-anak dengan manjanya. Akupun paham dari gerak gerik nya. Beliau mencoba mendekati, berusaha mendapatkan keberanian dengan mengelus kami. Entah apa gerangan hari ini. Aku merasa ada yang aneh. “Ya Allah kenapa prasangkaku semakin menjadi-jadi”. Aku tau bahwasanya  ibu ini terkesan geli bahkan terkadang sangat takut. Ekspresi wajah Ibuk Seroja tampak jelas seperti sikap anak-anak saja. Hihihi, sambil mengeong ngeong aku menertawakan beliau.
Hari ini, Alhamdulillah aku sudah sehat.  
“Aku bersyukur kepada Allah karena sudah memberikanku umur panjang dan kesempatan berharga untuk menjaga anak-anak.” Terimaksih Ya Allah.
Aku harus menjadi ibu yang kuat dan istri dari suami yang taat. Walaupun hingga sekarang suami ku entah kemana semenjak sebulan sebelum kelahiran anak kami. Beliau menghilang seketika. Sungguh aku sedang diuji. Alhamdulillah, ketegaran ini mempercepat kepulihanku pasca persalinan.  Menurut perkiraan malah lebih cepat dibandingkan dengan masa bersalinnya manusia. Aku sangat berterimakasih kepada Ibuk Mon yang sudah mau menyelamatkan ku saat bersalin di hari yang lalu. Beliu saangat mengerti bagaimana kesakitanku saat melahirkan. “Sepertinya itu adalah wujud penyesalan beliau karena tragedi sebelum persalinan”. Hihihi (cenge-ngesan) akupun menutup pengharapan lebay itu. Entahlah, yang penting Allah telah memberiku banyak pertolongan akhir-akhir ini.
***
Perasaanku gelisah tak menentu. Tubuhku terasa sakit tanpa makanan karena dua hari ini hujan tak berhenti-berhenti sehingga menyulitkan mendapatkan bahagian makanan yang layak. Aku terkejut karena kencangnya percikan air dari bak sebelah sehingga membangunkan anak-anak yang sedang tidur dengan pulasnya. Basah kuyub karena ulah kawan-kawan kos yang spontan saat mandi dan mengambil wudhu’. Seketika itu aku merasa tidak nyaman dengan keadaan yang sudah tak terkendali. Hidupku kurang dihargai. Anak-anakpun sering berteriak kesal.

Sore hari ini, cuaca sangat mendung. Perkiraan akan turun hujan lebat. Aku berinisiatif keluar sebentar sambil melihat suasana tempat yang lebih aman untuk ditempati dalam beberapa hari saja. Setidaknya aku bisa pindah mengamankan anak-anak. Walaupun sempat berkehendak ingin pergi saja dari gubuk mewah ini. Pergi tanpa meninggalkan jejak dari alas kaki yang ringan ini. Aku merasa tidak adilnya hidup saat diperlakukan bukan seperti makhluk yang layak bertahan pada kerasnyaa cobaaan hidup yang bertubi-tubi.

^Seroja_Nisaul^

Comments